RUU Pers dan Masa Depan Kebebasan Media di Indonesia

Artikel ini membahas usulan revisi UU Pers No. 40 Tahun 1999 oleh IMO-Indonesia, potensi risiko terhadap kebebasan pers, serta solusi agar revisi memperkuat demokrasi, bukan melemahkannya. Bahas tuntas revisi UU Pers No.40/1999. Apakah kebebasan media akan diperkuat atau terancam? Simak analisis isu RUU Pers dan solusinya di sini.

Sep 25, 2025 - 23:42
Sep 25, 2025 - 23:45
 0  3
RUU Pers dan Masa Depan Kebebasan Media di Indonesia

Bayangkan jika suatu pagi kita bangun dan media yang biasa kita baca tak lagi bebas menuliskan fakta. Berita yang muncul terasa hambar, penuh sensor, atau bahkan hanya menguntungkan pihak tertentu. Itulah ketakutan banyak jurnalis saat wacana revisi UU Pers No. 40 Tahun 1999 kembali mencuat. Organisasi Media Online (IMO-Indonesia) baru-baru ini mengusulkan sejumlah poin revisi dalam Rancangan Undang-Undang Pers (RUU Pers). Pertanyaannya, apakah ini akan memperkuat atau justru menggerus kebebasan pers yang selama ini kita nikmati? Mari kita kupas tuntas agar publik lebih paham sebelum terlambat.


Latar Belakang Isu

UU Pers No. 40 Tahun 1999 lahir di era reformasi. Ia menjadi tonggak kebebasan pers setelah puluhan tahun pers dibungkam oleh rezim Orde Baru. Aturan ini memberi ruang bagi media untuk menjalankan fungsi kontrol sosial tanpa intervensi negara. Namun, dua dekade lebih berlalu, dunia media berubah. Ada media digital, media sosial, dan pola konsumsi informasi yang tak lagi sama. IMO-Indonesia pun menilai UU ini sudah ketinggalan zaman.


Poin-Poin Usulan IMO-Indonesia

Beberapa poin yang mereka usulkan antara lain:

  1. Penguatan regulasi media online agar lebih terverifikasi dan terhindar dari hoaks.

  2. Perlindungan hukum yang lebih jelas bagi wartawan digital yang sering berhadapan dengan UU ITE.

  3. Mekanisme penyelesaian sengketa pers yang dianggap belum cukup efektif.

  4. Kejelasan status perusahaan media online yang masih sering “abu-abu” antara media resmi atau sekadar blog.

Bagi IMO, revisi bukan untuk membatasi, melainkan memperjelas posisi media online yang saat ini jumlahnya ratusan ribu.


Permasalahan yang Muncul

Namun, kalangan jurnalis dan akademisi menilai usulan revisi ini menyimpan risiko. Beberapa kekhawatiran yang mencuat:

  • Potensi pembatasan kebebasan pers. Jika regulasi terlalu ketat, media bisa kehilangan kebebasan editorial.

  • Ancaman kriminalisasi. Ada ketakutan pasal-pasal baru justru menjerat jurnalis alih-alih melindungi mereka.

  • Intervensi pemerintah. Apakah negara akan kembali masuk terlalu jauh dalam ruang redaksi?

Ketakutan ini wajar. Sejarah menunjukkan bahwa ketika pers dibatasi, suara rakyat ikut dibungkam.


Analisis: Mengapa Revisi Perlu Hati-Hati

Revisi UU memang penting untuk menyesuaikan dengan perkembangan zaman. Namun, revisi tidak boleh dilakukan dengan tergesa atau hanya menguntungkan pihak tertentu. Idealnya, proses ini melibatkan:

  • Partisipasi publik luas. Bukan hanya organisasi media, tapi juga akademisi, masyarakat sipil, dan pembaca.

  • Transparansi naskah revisi. Agar publik tahu apa yang sebenarnya diubah.

  • Uji publik terbuka. Diskusi nasional harus digelar agar tidak ada “pasal karet” yang berbahaya.


Solusi dan Harapan

Jika revisi benar-benar diperlukan, maka solusinya sederhana: jadikan revisi ini sebagai momentum memperkuat kebebasan pers, bukan melemahkannya. Atur soal media online, verifikasi perusahaan pers, dan perlindungan digital bagi jurnalis, tapi jangan sentuh kebebasan redaksi.

Sebagai masyarakat, kita harus aktif mengawasi. Jangan tunggu sampai berita yang kita baca hanya berisi “puja-puji” kepada penguasa. Jika kita peduli pada demokrasi, mari kawal bersama isu revisi RUU Pers ini.

What's Your Reaction?

like

dislike

love

funny

angry

sad

wow